November 19, 2007

Mengosongkan ruang penguasa

Percuma terus berharap, toh hanya kekecewaan sajalah yang akan selalu didapat. Tak ada yang menyangkal, segala ciri kesempurnaan dan keindahan yang dikaruniakan oleh sang pencipta tercurah kepadanya. Hanya orang sinting yang merasa keberatan untuk membuat pengakuan seperti itu.

Konsekuensi logis bagi dirinya, jika kesempurnaan itu membuatnya begitu dipuja oleh setiap orang yang sekedar bertegur sapa dengannya. Percuma menyangkal, karena hanya akan membohongi diri, saya juga merasakan hal yang sama, tak pernah berhenti mengaguminya. Senyum yang terpancar dari wajahnya, walaupun hanya sejenak dan tak selalu bisa terlihat, membangkitkan syaraf-syaraf manusiawi saya untuk bisa membuatnya tersenyum.

Bagi saya, itu merupakan sebuah impian besar dan abstrak, namun sayang sepertinya tak akan pernah terealisasikan. Saya bukannya diam, tapi memang layaknya saya tidak memiliki nilai tawar sedikitpun di hadapannya. Di sela-sela keputusasaan, saya hanya bisa mencoba untuk berkata bijak, "ya, bisa mengaguminya saja, bagi saya itu sudah merupakan suatu anugerah".

Tak akan ada gunanya memaksakan kehendak. Saat ini yang ada dalam pikiran saya hanyalah berpikir untuk mencoba mengisi ruang-ruang yang selama ini terlanjur sudah menjadi persemayamannya, di mana ia menjadi penguasa dalam ruang tersebut. Mungkin hanya dengan cara seperti itu sedikit demi sedikit saya bisa melupakan dirinya.

Pernah juga terpikir untuk segera angkat kaki dari kota yang telah memberi saya kehidupan baru ini. Tapi bukankah itu berarti bahwa saya melakukan kebodohan yang kedua kalinya, sama seperti saat saya hijrah dari tanah kelahiran saya karena merasa gagal mendapatkan cinta wanita yang saya kagumi. Toh ternyata, bayangan si gadis yang pernah mengiriskan luka tersebut tak pernah benar-benar bisa hilang, walaupun terpisahkan jarak ribuan mil.

Membiarkannya berbahagia dengan kehidupannya mungkin satu-satunya tindakan sportif yang bisa saya lakukan. Pernyataan menyerah seperti kisah-kisah sinetron bahagia melihatnya bahagia, meski kedengarannya klise mungkin adalah jalan yang paling lurus. Selebihnya mungkin hanya letupan-letupan penyesalan karena ketidakmampuan yang menggerogoti akal sehat saya. "Kamu memang pantas mendapatkan lebih, yang tak akan pernah ada dalam diriku!"

No comments: